Lambang dan Sejarah Dharma Wanita
ARTI LAMBANG DWP
LAMBANG BAGIAN I
Bunga melati berwarna putih yang berkelopak dengan latar belakang sang
saka Merah Putih mengandung arti : Kedudukan wanita sebagai salah satu
asset bangsa dalam pengabdianya kepada bangsa, tanah air, dan negara
Republik Indonesia, yang berasaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945.
Warna putih melambangkan kesucian dan keluhuran budi wanita serta persaudaraan, kekeluargaan diantara sesamanya.
Putik bunga berwarna kuning dan berjumlah lima melambangkan cita-cita dan perintis yang mewariskan sifat-sifat kemurnian pengabdian dan kesetiaan serta kepada generasi wanita penerus dalam pembangunan masyarakat dan manusia Indonesia seutuhnya.
warna kuning melambangkan cita-cita yang luhur, sedangkan lima putik bunga melambangkan adanya generasi wanita penerus yang berkelanjutan.
LAMBANG BAGIAN II
Gambar padi terdiri dari 15 butir dan kapas terdiri dari 6 buah melambangkan cita-cita dan tujuan organisasi DWP, yaitu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang merata berasaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, bagi seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan bagi seluruh anggota DWP pada khususnya.
Gambar padi juga sebagai simbol kegiatan bidang ekonomi, sedangkan gambar kapas sebagai simbol kegiatan bidang sosial budaya.
LAMBANG BAGIAN III
Gambar rantai terdiri dari 15 mata rantai melambangkan rasa persatuan dan persaudaraan yang erat diantara seluruh anggota DWP, untuk secara bersama-sama bahu membahu dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi guna mencapai cita-cita dan tujuan organisasi.
LAMBANG BAGIAN IV
Gambar buku melambangkan kegiatan bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas anggota dengan senantiasa menimba ilmu pengetahuan sesuai dengan laju perkembangan teknologi.
Warna putih melambangkan kesucian dan keluhuran budi wanita serta persaudaraan, kekeluargaan diantara sesamanya.
Putik bunga berwarna kuning dan berjumlah lima melambangkan cita-cita dan perintis yang mewariskan sifat-sifat kemurnian pengabdian dan kesetiaan serta kepada generasi wanita penerus dalam pembangunan masyarakat dan manusia Indonesia seutuhnya.
warna kuning melambangkan cita-cita yang luhur, sedangkan lima putik bunga melambangkan adanya generasi wanita penerus yang berkelanjutan.
LAMBANG BAGIAN II
Gambar padi terdiri dari 15 butir dan kapas terdiri dari 6 buah melambangkan cita-cita dan tujuan organisasi DWP, yaitu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang merata berasaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, bagi seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan bagi seluruh anggota DWP pada khususnya.
Gambar padi juga sebagai simbol kegiatan bidang ekonomi, sedangkan gambar kapas sebagai simbol kegiatan bidang sosial budaya.
LAMBANG BAGIAN III
Gambar rantai terdiri dari 15 mata rantai melambangkan rasa persatuan dan persaudaraan yang erat diantara seluruh anggota DWP, untuk secara bersama-sama bahu membahu dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi guna mencapai cita-cita dan tujuan organisasi.
LAMBANG BAGIAN IV
Gambar buku melambangkan kegiatan bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas anggota dengan senantiasa menimba ilmu pengetahuan sesuai dengan laju perkembangan teknologi.
SEJARAH SINGKAT DHARMA WANITA PERSATUAN
Di era Reformasi. Organisasi istri Pegawai Republik Indonesia yang dulu dikenal dengan Nama Dharma Wanita telah berubah menjadi DHARMA WANITA PERSATUAN Perubahannya bukan hanya sekedar menambahkan kata ”Persatuan” tapi lebih dari itu!!!
Bisa jadi belum banyak orang yang mengetahui, bahwa organisasi ini telah melakukan perubahan mendasar. Semua itu dilakukan demi menjawab tuntutan dan tantangan jaman. Jika semula anggotanya terdiri atas istri pegawai Republik Indonesia yang meliputi pegawai negeri sipil, anggota ABRI yang dikaryakan dan pegawai BUMN, kini keanggotaannya terbatas hanya untuk istri pegawai negeri sipil (PNS). Tidak ada lagi muatan politik dari pemerintah, sehingga organisasi memiliki netralitas dalam kehidupan politik. Perubahan yang dilakukan merupakan wujud penyesuaian terhadap perkembangan jaman dan situasi di masyarakat. Dalam prosesnya, pro dan kontra tak terhindari. Ada yang benar-benar ingin melakukan perubahan, ada yang tidak mau berubah dan memilih tetap seperti sedia kala, ada juga yang awalnya bersemangat untuk berubah tapi kemudian berubah lagi untuk tidak berubah! Laksana bahtera yang awalnya lancar menembus samudra biru. Semilir angin kadang mengiring, hampir tanpa ombak. Riak-riak yang adapun selalu bisa dilalui dengan aman. Namun, samudra tidak selamanya tenang. Suatu saat, ia bergolak bersama badai. Ombak datang menghantam seakan ingin melulu-lantakkan bahtera itu. Menghadapi hal itu, nahkoda dan seluruh awak tak bisa tinggal diam. Agar bisa keluar dengan selamat, keadaan harus diatasi, keputusan dan langkah musti diambil. Bisa dibilang, seperti itulah situasi yang terjadi pada bahtera organisasi Dharma Wanita pada awal era Reformasi. Seorang nahkoda yang baik pasti akan dengan gigih mempertahankan keadaan dan keberadaan bahtera yang menjadi tanggung jawabnya. Hal yang sama terjadi dengan nahkoda Dharma Wanita. Ia terus berupaya agar bahtera yang menjadi tanggung jawabnya bisa menyesuaikan dengan perkembangan situasi di sekitar dan di depannya. Sesungguhnya, nahkoda itu telah mengamati tanda-tanda; langit yang bergerak ke abad baru dan hembusan angin yang bertiup ke arah perubahan. Ia juga sudah mengantisipasi keadaan yang mungkin terjadi, dan memang terjadi! Diterjang ombak besar, bahtera itu hampir oleng dan nyaris karam. Tapi, badai yang menghadang harus ditembus. Didalam bahtera, kabut berbaur asap yang hampir menutup pandangan. Untuk bisa selamat, kegigihan nahkoda dan awaknya dipertaruhkan. Segala daya dikerahkan. Akhirnya, syukur Alhamdulillah badai bisa dilalui dan kabut berhasil disibak. Bahtera pun dapat keluar dengan selamat, dengan menyandang nama baru : Dharma Wanita Persatuan.
Perubahan Dharma Wanita menjadi Dharma Wanita Persatuan memerlukan banyak tahapan dalam pemikiran dan pertimbangan dari berbagai kalangan, antar lain : KORPRI.
Dari himpunan pendapat-pendapat tersebut disimpulkan dan disepakati bahwa organisasi harus direformasi / dirubah menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang netral dari politik – independen – demokratis. Sesuai arahan Menteri Dalam Negeri saat itu, bahwa : 1. Pemerintah tidak akan memberi misi politik lagi.
2. Organisasi agar independen tidak ada lagi pembinaan langsung dari pemerintah.
3. Jabatan Ketua tidak harus fungsional, sebaiknya dipilih oleh secara demokrasi.
4. Organisasi supaya disederhanakan
5. Nama dan atribut Dharma Wanita perlu dirubah.
Arahan Mendagri menginsyaratkan bahwa Visi dan Misi organisasi harus dirubah, perubahan visi dan misi tidak cukup dengan SK, harus dituangkan dalam sebuah rancangan Anggaran Dasar yang disahkan dan ditetapkan di Munas. Namun Munas yang mana ? Munas tahun 2003? Tidak mungkin! (Sebagaimana diketahui Munas V Dharma Wanita baru berlangsung 2 bulan sebalumnya, sedangkan Munas Dharma Wanita sesuai Anggaran Dasar Dharma Wanita berlangsung 5 tahun sekali seiring dengan terbentuknya kabinet baru).
Dari hasil Munaslub Tahun 1999 itulah ada jawaban dan menyatakan bahwa mayoritas anggota menghendaki supaya organisasi Dharma Wanita direformasi. Sementara itu KORPRI sebagai Mitra Dharma Wanita pada Munas Pebruari 1999 mengeluarkan pernyataan sikap antara lain : Tidak akan berafiliasi dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan partai politik dan tidak menjadi alat perjuangan partai politik (bersifat netral), KORPRI siap melaksanakan reformasi. Sejak awal KORPRI adalah Mitra Dharma Wanita, kedua organisasi tersebut harus sejalan dan sehaluan. Bisa dimengerti karena anggota KORPRI ialah suami dari Ibu-Ibu yang tergabung dalam organisasi Dharma Wanita. Itulah sebabnya bahwa Dharma Wanita harus mempunyai sikap yang sama dengan KORPRI.
Dengan berdasarkan pada : - Arahan dari Mendagri; - Hasil Angket anggota; - Pendapat berbagai pihak; - Memperhatikan hasil ketetapan Munas KORPRI.
Disusunlah rancangan Anggaran Dasar. Hampir setahun rancangan tersebut digodog oleh Panitia Munaslub-bolak-balik dari pusat ke daerah, dari daerah ke pusat. Memang sangat sulit untuk merubah pola pikir, mereka sudah bertahun-tahun terbiasa dengan mengenyam kemudahan-kemudahan. Sangat banyak kendala yang harus kami lalui. Kendala yang jauh lebih berat dari kendala sebelumnya, mungkin dikarenakan pada waktu itu sudah berada di alam demokrasi. Alhamdulillah, substansi rancangan Anggaran Dasar hampir seluruhnya diterima oleh sidang Munaslub. Yang menjadi pembahasan yang sangat hangat ketika itu ialah ketika membahas tentang perubahan nama ”Dharma Wanita” dengan sederetan nama yang diusulkan, antara lain : Persatuan Istri Pegawai Negeri Sipil (PIPNS) RI.
Dalam upaya menjembatani masalah tersebut, pengurus Pusat yaitu Ibu Hartini Hartarto selaku pemimpin Munaslub menyampaikan jalannya Munaslub pada hari pertama kepada Ibu Sinta Nuriyah, sebagai Penasehat Utama Dharma Wanita. Pada saat itu beliau mengusulkan menambah nama ”Persatuan” dibelakang nama Dharma Wanita untuk disesuaikan dengan nama Kabinet Persatuan Nasional dibawah Presiden Abdurrahman Wahid.
Alhamdulillah, akhirnya Sidang Munaslub menerima usul kata Persatuan dibelakang Dharma Wanita menjadi DHARMA WANITA PERSATUAN. Puji Syukur kepada Allah SWT, bahwa Munaslub Dharma Wanita yang diselenggarakan pada tanggal 6-7 Desember 1999 telah menerima, menetapkan dan mengesahkan seluruh rancangan Anggaran Dasar dengan nama Organisasi Dharma Wanita Persatuan dan selanjutnya diadakan Pemilihan Ketua Umum, terpilihlah Ny. Dr. Nila F Moeloek menjadi Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan sampai saat ini.
0 komentar:
Post a Comment